Sejarah
Masuknya Islam ke Indonesia
Penyebaran
Islam (1200-1600)
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke
Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam
di Indonesia sejauh ini berkisar pada 3 tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan
para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara
mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar, yaitu:
1.
Teori Gujarat, India.
Islam
dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui
peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
2.
Teori Makkah.
Islam dipercaya
tiba di Indonesia langsung dari Timur
Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim
sekitar abad ke-7 M.
3.
Teori Persia.
Islam tiba di
Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang
dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13
M. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua,
sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten Fakdak, Papua Barat.
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa
Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, HAMKA berpendapat
bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan
bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat
nanti wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaanSrivijaya.
Pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman
bin Affan, memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke
tanah Jawa yaitu
ke Jepara (pada
saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari
Kalingga, masuk Islam.
Pada tahun 718M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah
kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti
Umayyah).
Sanggahan Teori Islam Masuk Ke Indonesia
Pada Abad Ke-13 Melalui Pedagang Gujarat
Teori Islam Masuk
Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat, menurut pendapat sebagian besar
orang, adalah tidaklah benar. Apabila benar maka tentunya Islam yang akan
berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syi'ah karena Gujarat pada masa itu beraliran
Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Syafi'i.
Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam
pada masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.
Masa Kolonial
Pada
abad ke-17 masehi atau
tahun 1601 kerajaan Hindia
Belanda datang ke Nusantara untuk
berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini.
Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir
seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja
sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada
pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah
diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama
mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren)
menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah,
sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan
berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini
dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang
syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan
penjajah Belanda.
Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
·
Politik devide et impera, yang pada
kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera
Barat dan perang
Diponegoro di Jawa.
·
Mendatangkan Prof. Dr. Snouk
Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru
Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang
pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan
umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus)
dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut
dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap
kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat
itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
Di
akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din
Afgani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang
belajar di Kairo, Mesir banyak berperan
dalam menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang
tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan
seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915).
Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddinmenerbitkan
koran pembaruan al-Iman di Singapura dan
5 tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.
Perkembangan
Islam di Indonesia
Menurut
Wahab (2004:6) mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan proses damai.
Islam berkembang di Indonesia melalui beberapa jalan, diantaranya: Jalur
perdagangan, lembaga pendidikan, dan pondok pesantren.
1.
Jalur Perdagangan
Suryanegara
(1978:1, dalam Wahab, 2004:6) menjelaskan bahwa kedatangan Islam di Indonesia
dikembangkan melalui jalur perdagangan dan daerah yang pertama di datangi oleh Islam
adalah Sumatra dan Jawa. Hal ini didasarkan adanya perdagangan Arab dan dunia
timur yang berlangsung sejak abad kedua sebelum Masehi. Selain itu, adanya
berita dari Cina bahwa di Sumatra Barat terdapat seorang pembesar Arab yang
menjadi kepala Arab Islam pada tahun 674 Masehi.
2.
Jalan Pendidikan
Wahab
(2004:8) menyebutkan bahwa agama Islam selain dikembangkan
melalui jalan perdagangan juga
melalui jalan pendidikan. Ini dibuktikan dengan adanya
lembaga pendidikan, lembaga tersebut sekarang masih ada, seperti: pondok
pesantren, masjid, surau, dan sebagainya. Adanya pondok pesantren membuat agama
Islam melakukan pembaharuan dalam masyarakat, budaya, dan kehidupan beragama.
Menurut
Anshari (1976:176, dalam Wahab, 2004:7), “Kedatangan Islam ke Indonesia ini
membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa
Indonesia”.
3.
Pondok Pesantren
Menurut
Wahab (2004:9), kehidupan
pondok pesantren zaman sekarang dengan pondok pesantren zaman dahulu telah
mengalami perubahan dalamsistem
pendidikannya atau keadaan lainnya. Dalam pendidikan zaman dahulu para santri
diwajibkan tinggal di asrama pondok, hal inilah yang menyebabkan
adanya jalinan kasih sayang yang kuat diantara para murid dan pendidik.
Dari
sini kita dapat menyimpulkan bahwa Islam dibawa dan disebarkan bukan dengan
kekerasan, melainkan dengan perdamaian dan hal itu pulalah yang membawa Islam
mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Menurut
para pakar sejarah (Wahab, 2004:10), hal-hal yang terkait dengan perkembangan
masuknya Islam di Indonesia adalah permulaan abad pertama Masehi yang para
pedagang asing seperti Tiongkok,
India, dan Arab mulai
berlayar melalui pelayaran Indonesia. Kemudian setelah Islam lahir dan
berkembang di Arab, akhirnya masuk juga di negara Indonesia pada abad ketujuhMasehi.
Islam masuk ke Indonesia pertama di daerah Sumatra dibawa oleh pedagang Persi,
India, dan juga utusan dari bangsa Arab.
Para ahli yang mengatakan Islam masuk di Sumatra pada
abad ketujuh Masehi antara lain: Sayid Alwi bin Tahir Alhaddad Mufsi, H. M.
Zaenudin (beliau mengatakan bahwa pada abad ketujuh saat Rasulullah masih hidup
dan singgah pertama di Sumatra Utara yaitu Kampung Lamuri), dan H. Zaenal
Arifin Abbas, (beliau menerangkan bahwa pada tahun 684 Masehi ada seorang
pemimpin Arab Islam yang berangkat ke Tiongkok dan beliau sudah punya pengikut
di Sumatra Utara).
Menurut
para ahli masuknya Islam di Sumatra adalah
pada abad ketujuh Masehi.
Hal ini dapat dibuktikan melalui peninggalan-peninggalan yang ditemukan, seperti di daerah
Minangkabau Timur yang terdapat
beberapa batu nisan yang diperkirakan dibuat pada abad ketujuh Masehi.
Selain itu, di daerah Barus dan Riau terdapat kuburan besar dari ulama penyiar
Islam yang mempunyai tanda batu-batu besar yang bergambar bulan bintang. Di
daerah Riau juga ada nama-nama daerah yang bersifat ke Arab-araban,
seperti: kota Kutib, Iskandariyah, Kuffah, dan sebagainya. Sedangkan, di daerah
Barus Tapanuli ditemukan batu yang bertuliskan huruf Arab, yang isinya adalah
pencarian empat murid terhadap gurunya yang mengajar Islam di Barus. Batu itu
diperkirakan dibuat pada abad ketujuh Masehi.
Islam tidak hanya berkembang di Sumatra, akan tetapi
juga di
Jawa. Perkembangan Islam di
Jawa disebarkan oleh para wali Sembilan (wali songo) yang
hidup pada masa kesultanan Demak yang terjadi antara tahun 1500 sampai dengan 1550.
Para wali tersebut dalam pemerintahan bertugas sebagai penasihat raja.
Wali-wali tersebut antara lain: Wali yang mengembangkan Islam di Jawa Timur
adalah Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat (Sunan Ampel), Sunan Giri (Maulan
Ainul Yakin). Selanjutnya, Wali yang mengembangkan Islam di Jawa Tengah adalah
Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Muria, Syaikh
Siti Jenar. Selain itu, Wali yang mengembangkan Islam di Jawa Barat adalah
Sunan Gunung Jati (Fatahillah).
0 comments:
Post a Comment